Rabu, 23 Januari 2008

Perumnas IV, antara Kota dan Kabupaten (4)

Tarik Ulur di Tingkat Atas dan Bawah

Pemerintah Provinsi Kalbar bukan tak berupaya dalam sengketa batas wilayah Perumnas IV. Sejak tahun 2003, saat pemerintahan almarhum Aspar Aswin, Pemrov berupaya mencarikan jalan keluar kisruh Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya (dulu Kabupaten Pontianak, Red) itu. Hanya memang hingga pergantian kepemimpinan KB 1, persoalan tapal batas tidak terselesaikan.

Sudah beberapa kali, kata Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Kalbar, Drs Sumarno, Pemprov melacack titik batas di lapangan. Salah satunya pada tanggal 20 April 2005 lalu. Namun pelacakan tersebut gagal karena belum ada kesepakatan antara Pemerintah Kota Pontianak dengan Pemerintah Kabupaten Pontianak waktu itu soal landasan yuridis formal yang digunakan. Di satu sisi, Pemerintah Kota Pontianak menghendaki SK Gubernur Nomor 03/SK/XIV Tanggal 11 Agustus 1964 tentang Batas Wilayah Kota Pontianak dengan Kabupaten Pontianak (sebelum Kabupaten Kubu Raya) direvisi. Gantinya, Pemrov harus mengeluarkan penetapan batas wilayah menggunakan SK Gubernur yang baru. Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Pontianak tetap berpedoman pada SK Gubernur Nomor 03/SK/XIV Tanggal 11 Agustus 1964.
Sumarno menilai penyelesaian batas wilayah Perum IV harus melalui beberapa tahapan. Pertama, menetapkan batas wilayah sementara berdasarkan SK Gubernur Nomor 03/SK/XIV Tanggal 11 Agustus 1964 setelah melakukan pelacakan titik-titik batas di lapangan. Sementara itu, aspirasi masyarakat di Perum IV tetap ditampung untuk diproses sesuai mekanisme yang ada. Selanjutnya, hasil pelacakan berupa batas wilayah sementara tersebut harus mendapat persetujuan antara DPRD Kabupaten Kubu Raya dan DPRD Kota Pontianak serta Pemerintah Kota Pontianak dengan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya. Apabila semua pihak sudah setuju tentang batas wilayah sementara yang ditetapkan, maka hasilnya disampaikan kepada DPRD Kalbar. DPRD Kalbar menyampaikan kepada Gubernur Kalbar untuk disampaikan ke Mendagri dan ditetapkan.

Namun suara-suara di bawah banyak yang simpang siur. Kalau sebelumnya sebagian besar masyarakat Perum IV menginginkan agar statusnya dikembalikan kepada asalnya. Sebaliknya komentar yang justru bertolak belakang menginginkan agar Perum IV dimasukkan ke wilayah Kabupaten Kubu Raya.

Seperti apa yang dikatakan Sutrisno Ketua RW 7 Perumnas IV Kecamatan Sungai Ambawang. Ia sudah lebih dari 15 tahun berdiam di Perum IV. Alasan yang disampaikannya sederhana, letak geografis dan status hukum wilayah Perum IV berada di Pemerintahan Kabupaten Pontianak (sekarang Kabupaten Kubu Raya, Red).

Komentar Serupa disampaikan Edy Lukman Hakim, Ketua RT 06 Perumnas IV, Desa Sei Ambawang Kuala. Selaku pengurus RT 06 RW VI Perumnas IV menginginkan agar status Perum IV dikembalikan ke wilayah Kabupaten Kubu Raya. (lil – bersambung)

Perumnas IV, antara Kota dan Kabupaten (3)

Ditunggu, Ketegasan Sikap Pemerintah Provinsi

Delapan tahun batas wilayah Perum IV tak terselesaikan. Perlu kearifan pemerintah untuk memutuskannya.


Delapan tahun bukan waktu sebentar bagi masyarakat Perumnas IV menanti status wilayah yang mereka diami. Selama itu, bukan sekali dua saran, pengaduan, disampaikan masyarakat baik kepada Pemerintah Kota Pontianak maupun Kabupaten Pontianak (sebelum Kubu Raya diresmikan, Red).

Namun dua pemerintah daerah ini juga tak mampu berbuat banyak. Justru terjadi saling klaim batas wilayah. Pemerintah Provinsi Kalbar dapat tempias.

Bagi masyarakat, kejelasan status sangat penting ketimbang memperdebatkan dua wilayah yang masih samar. Secara umum mereka hanya menginginkan ketenangan.

Ketua Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Junaidi Abdillah SE menilai pada dasarnya masyarakat tidak mempersoalkan masalah tersebut. Masyarakat hanya menginginkan kejelasan status mereka.

Sebagai FKPM ia mengimbau masyarakat apa pun keputusannya nanti masalah status Perum IV tidak menimbulkan gesekan. Saat ini fakta di lapangan polemik Perum IV sudah menimbulkan percikan-percikan di masyarakat. Ia tidak menginginkan gesekan tersebut berdampak terhadap tatanan kehidupan sosial bermasyarakat. “Jangan sampai kita rakyat kecil menjadi korbannya dari kepentingan sebagian golongan,” ucapnya.

Dia menyarankan agar warga bisa belajar dari berbagai kasus di beberapa daerah lain karena batas wilayah yang tidak jelas bisa menimbulkan konflik antarwarga. “Kalau daerah kita jangan sampai seperti itu,” pintanya.

Satu hal lain, ia mengingatkan keseriusan pemerintah dan pemerintahan dua kabupaten/kota terkait duduk satu meja menuntaskan polemik itu. “Kita khususnya masyarakat perum IV, sudah beberapa kali selama delapan tahun menyampaikan aspirasi baik itu ke pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Namun jawaban yang diberikan hampir sama dari tahun ke tahun,” jelasnya.

Sesuai visi dan misi FKPM yakni menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) dia mengingatkan kepada masyarakat Perum IV agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan. “Jangan mudah terpancing dan terprovokasi oleh isu yang sengaja ingin memecah belah persaudaraan dan persatuan,” katanya mengingatkan.

Tokoh pemuda Perum IV, Aceng Mukaram, menilai perdebatan tentang status Perum IV menurutnya hanya buang-buang waktu. Persoalan tersebut katanya banyak ditunggangi sebagian kelompok yang mencoba bersembunyi di belakang. Dia menginginkan masalah kalau Perum IV ada pada pemegang kebijakan. “Jangan sampai polemik ini terus-terusan digaungkan, kasihan kami warga kecil,” harapnya.

Ketimbang persoalan tersebut Aceng menyarankan agar pemerintah lebih memerhatikan kondisi infrastruktur yang ada di Perum IV. “Bagusnya pemerintah perbaiki jalan kami,” ucapnya. Khusus persoalan tersebut dia mengharapkan ada ketegasan dari pemerintah propinsi. “Kalau perlu bentuk tim khusus yang menangani persoalan Perum IV,” harapnya. (lil – bersambung)

Perumnas IV, antara Kota dan Kabupaten (2)

Demi Tertib Administrasi, Kembalikan Saja ke Asalnya

Belum ada kepastian soal status Perum IV. Masuk wilayah Kota Pontianak atau Kubu Raya. Perlu pemetaan ulang agar tak terjadi kekacauan administrasi kependudukan dan wilayah.


Delapan tahun sudah berlalu, status Perum IV belum memiliki kepastian masuk ke wilayah mana. Nyata sekali tak ada keseriusan untuk menyelesaikannya sehingga terlihat lebih rumit dibandingkan proses pemekaran wilayah.

Aspirasi mayoritas masyarakat yang tinggal di Perum IV sebetulnya menginginkan agar status Perum IV dikembalikan ke asalnya. Hal ini menyangkut berbagai persoalan administrasi mulai dari identitas hingga persoalan kependudukan. Warga Perum IV terdata dan terdaftar di wilayah Kota Pontianak.

Secara geografis wilayah Perum IV masuk ke Kelurahan Saigon. Kelurahan ini dikelilingi Kelurahan Parit Mayor dan Kelurahan Tanjung Hulu. Dua kelurahan tersebut sama-sama berada dalam wilayah Kecamatan Pontianak Timur yang berbatasan langsung dengan Desa Kuala Kecamatan Sungai Ambawang.

Ada beberapa persepsi terhadap status wilayah itu jika dilihat dari asal usul kepemilikan tanah berupa Surat Kepemilikan Tanah (SKT). Dapat juga dijadikan pertimbangan yakni soal pelayanan pemerintahan terhadap masyarakat hingga status yuridis wilayah.

Ketua Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Pontianak Timur, Junaidi Abdillah SE mengatakan, polemik Perum IV sebenarnya sudah mencuat ke permukaan mulai delapan tahun silam.

Menurutnya, kasus ini dapat diselesaikan singkat jika masing-masing pihak serius untuk menyelesaikannya. “Coba kita bandingkan dengan pemekaran kabupaten dalam waktu lima tahun terakhir sudah beberapa kabupaten baru terbentuk. Pertanyaan apakah ada keseriusan dari pemerintah untuk memproses ini,” tanya Junaidi yang bermukim di wilayah Perum IV.

Junaidi menjelaskan persoalan status Perum IV memang sudah lama dan bukan hal baru. Namun kenyataannyaa, dibiarkan begitu saja oleh pemerintah tanpa ada solusi.

“Yang terjadi kan saling lempar, Pemerintah Kabupaten Pontianak dulu yang sekarang menjadi pemerintah Kabupaten Kubu Raya melemparkan persoalan ini ke wilayah provinsi demikian juga Pemerintah Kota Pontianak,” ujarnya.

Momentum penetapan dan pemetaan wilayah Kabupaten Kubu Raya hasil pemekaran Kabupaten Pontianak sangat tepat jika status Perum IV untuk segera terselesaikan. “Sekarang waktunya, untuk menyelesaikan persoalan tapal batas wilayah perum IV,” jelasnya. (lil/bersambung)

Perumnas IV, antara Kota dan Kabupaten (1)

Soal Pilihan, Tanyakan Saja ke Masyarakat

Belakangan nama Perumnas IV jadi buah bibir. Dibicarakan oleh banyak orang, dan tak lepas dari pemberitaan media massa.
Bukan lantaran murahnya kredit perumahan di kawasan itu. Tapi karena lokasi wilayahnya yang tak kunjung mengantongi kejelasan. Warga di sana bingung berdiri di antara dua wilayah, Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, kabupaten yang baru seumur jagung diresmikan.
Persoalan Perumnas IV sebenarnya bukan barang baru. Polemik ini muncul setiap kali akan adanya perhelatan akbar melibatkan banyak orang. Ketika menjelang akhir masa kepemimpinan Gubernur Kalbar H Usman Ja’far, persoalan Perum IV mencuat.
Setiap kali muncul, dibahas, setiap kali itu juga tidak ditemukan penyelesaian. Status Perum IV mengambang dari tahun ke tahun, hingga pucuk kepemimpinan Kalbar berganti wajah.
Kali ini nama Perum IV kembali disebut-sebut setelah Kubu Raya diresmikan. Persoalannya bisa dibilang rawan, menyangkut hak pilih masyarakat pada perhelatan pemilihan bupati kabupaten ke-14 tersebut.
Di sisi lain, Kota Pontianak juga punya agenda memilih Wali Kota Pontianak yang baru. Nah persoalan status warga menjadi hal mutlak diperjelas.
Perlu kearifan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut agar tidak berlarut-larut dan pada akhirnya akan berdampak pada pelayanan kepada masyarakat. Apalagi untuk tujuan jangka pendek, pihak KPUD pada dua wilayah sangat membutuhkan kepastian tentang status kawasan terkait pendataan pemilih dan menghitung kebutuhan logistik pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Banyak versi menyangkut status wilayah Perumnas IV. Jika ditelisik lebih jauh, pada tahun 1964, Gubernur Kepala Daerah (KDH) Tingkat (TK) I Kalbar telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03/SK/XIV-64 tanggal 11 Agustus 1964 tentang mencabut Keputusan Pemerintah Kerajaan Pontianak Nomor 24/I/1946/P.K tanggal 14 Agustus 1946 tentang Landschapa Gemeente Pontianak dan Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Pontianak. Persoalan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Gubernur KDH TK I Kalbar Nomor: 650/1918/Pem-B tanggal 2 April 1988, perihal batas Administrasi antara Kota Madya Dati II Pontianak dengan Kabupaten Dati II Pontianak telah ditentukan untuk dikembalikan ke Kabupaten Pontianak. Kawasan yang dikembalikan tersebut termasuk wilayah Perumnas IV.
Namun, banyak fakta menunjukkan kawasan yang memiliki penduduk lebih dari 2.000 Kepala Keluarga (KK) ini orientasinya lebih kepada Kota Pontianak. Beberapa di antaranya adalah Surat Keterangan Tanah (SKT) asal, yang membuktikan Perumnas IV bagian wilayah Kota Pontianak. Kemudian, berdasarkan Akad Kredit Rumah Pasal 6 ayat 1 tanggal 7 November 1995, menyebutkan Perumnas IV terletak di wilayah Kecamatan Pontianak Timur, apalagi secara georafis wilayah Perumnas IV lebih dekat ke wilayah Kelurahan Saigon, Kecamatan Pontianak Timur.
Sementara, SK Gubernur Nomor 03/SK/XIV-64 tentang perubahan batas wilayah dianggap sudah tidak jelas.
Ketua Program Magister Ilmu Sosial, Dr Zulkarnaen mengatakan, Pemkot Pontianak dan Pemkab Kubu Raya sebenarnya tidak terlalu dirugikan atau diuntungkan dengan wilayah tersebut masuk atau tidak dalam wilayah mereka. Terpenting, katanya, tanggung jawab negara adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kalaupun masyarakat merasa lebih mudah mendapatkan pelayanan ketika wilayahnya masuk Kota Pontianak, itu akan lebih baik. “Saya kira kuncinya di masyarakat. Sekarang tinggal ditanyakan kepada masyarakat, mau pilih mana. Ini juga merupakan aspirasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan partisipasi mereka terhadap wilayah yang ditempati sekarang,” sarannya.
Dikatakannya, persoalan tersebut memang harus segera diselesaikan oleh kedua pemerintah yang belum mendapatkan titik terang tentang status wilayah tersebut. Apalagi kedua daerah tersebut kini mulai memasuki tahap persiapan pelaksanaan Pilkada yang tentunya akan berkaitan dengan persoalan pendataan pemilih dan persiapan logistik.
“Makin cepat diselesaikan makin baik. Bisa saja melalui perwakilan warga ataupun keseluruhan karena bagaimanapun merekalah yang nantinya akan merasakan soal pelayanan pemerintah,” terangnya. (lil – bersambung)