Kamis, 07 Februari 2008

Perumnas IV, antara Kota dan Kabupaten (5)

Win-win Solution, Kembalikan pada Aturan

Apapun keputusan pemerintah tentang status wilayah Perum IV, tidak merugikan berbagai pihak. Jalan terbaik, kembalikan lewat aturan.

Keputusan bijak soal batas wilayah Perumnas IV, apakah masuk Kota Pontianak atau Kabupaten Kubu Raya, ditunggu banyak orang. Terutama warga yang bermukim di kawasan itu. Jangan sampai keputusan yang dihasilkan merugikan masyarakat yang menginginkan Perum IV di wilayah Kota Pontianak, dan sebaliknya.

Pangkal persoalan batas wilayah itu sebenarnya, kata anggota DPRD Kalbar Zainuddin Isman, terletak di SK Gubernur No 03/SK/XIV, 11 Agustus 1964 tentang batas wilayah Kota Pontianak dengan Kabupaten Pontianak. Dalam SK itu banyak menyebut nama-nama parit sebagai pembatas wilayah kedua pemerintahan.

Namun bakal tidak mudah berpedoman pada batas parit tersebut. Soalnya, kondisi parit yang ada saat ini banyak yang sudah tidak jelas. Bahkan pada saat dirinya ke lapangan, dari 10 orang yang ditanya mengenai batas parit, masing-masing punya jawaban sendiri.

“Pangkal permasalahan lainnya karena dulu Perumnas menerbitkan sertifikat induk ke BPN Kabupaten Pontianak,” kata Bang Zis, sapaan akrabnya. Dia menyarankan agar langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan persoalan tersebut yakni, pemerintah dalam hal ini gubernur untuk memfasilitasi pertemuan antara penjabat Bupati KKR, DPRD KKR, bersama Wali Kota Pontianak dan parlemennya untuk duduk satu meja.
Dalam pertemuan tersebut gubernur nantinya mesti mempertegas SK Tahun 1964. “Nah, setelah ditegaskan mana batasnya, perlu ada perundingan kembali apakah itu masuk Pontianak atau Kabupaten Kubu Raya dengan proses kedua belah pihak,” sarannya.

Berbekal dari pertemuan tersebutlah gubernur kemudian meneruskan ke pemerintah pusat yang selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri.

“Jangan sampai gara-gara ada desakan dari masyarakat terus pemerintah buru-buru menetapkan status batas Perum IV, tanpa mengacu kepada aturan yang ada. Itu biasanya akan menimbulkan masalah,” jelasnya.

Komentar serupa dikatakan Aceng Mukarram, menurutnya, sebenarnya masyarakat sudah bosan hidup dalam situasi yang tak jelas seperti ini. Kendati demikian, ia menyarankan agar desakan masyarakat ditanggapi sebagai saran dan kritik atas kinerja pemerintah yang selama ini dinilai lamban.

“Pada dasarnya kami sudah lama mendambakan jelasnya status wilayah. Akan tetapi kami tidak ingin jika nanti ada keputusan mengenai batas wilayah timbul persoalan baru yang berujung pada konflik massal atas ketidakpuasan,” kata Aceng.

Karenanya dalam menentukan status batas Perum IV tersebut pemerintah lebih bersikap arif dalam menyikapi persoalan tersebut. “Kembalikan semua kepada aturan yang sebenarnya,” sarannya lagi. (lil – bersambung)

Tidak ada komentar: