Kamis, 16 Oktober 2008

Menelusuri Kekayaan Taman Nasional Gunung Palung (Bagian – 2)

Peneliti Larang Masuk, Dirjen PHPA Cabut Izin

Keberadaan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) tak terlepas dari isu pelarangan masuk ke kawasan tersebut. Ada apa sebenarnya dengan lokasi TNGP? Apa yang dilakukan peneliti, sehingga masyarakat tidak diperbolehkan masuk ke kawasan itu? Benarkah masyarakat dilarang peneliti masuk ke TNGP? Pertanyaan ini kerap muncul yang kemudian menjadi multitafsir di kalangan masyarakat KKU.

Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai TNGP, Hendra Gunawan SP menjelaskan, sebenarnya lokasi TNGP yang kemudian dijadikan lokasi penelitian sudah dibuka sejak 1985 seiring datangnya rombongan peneliti asal Amerika yakni, Dr Mark Leighton dari Harvad University.

Kedatangan peneliti itu mengantongi izin Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (Dirjen PHPA) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan luas areal penelitian 1500 hektare. Sampai saat ini sudah 32 peneliti asing dan 44 peneliti Indonesia yang melakukan riset di TNGP Cabang Gunung Panti. Objek penelitiannya bermacam-macam mulai dari orang utan, hingga 10 tipe vegetasi yang ada di TNGP.

Untuk penelitian yang dilakukan, Jonathan R Sweeney mahasiswa University Of California at Davis meneliti primata (binatang-binatang utama yang ada di Gunung Palung yakni, orangutan, lempiau dan kelasi) serta meneliti botani (ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan).

Isu pelarangan masuk ke daerah TNGP yang berkembang menjadi opini publik bermula dari ditolaknya sejumlah warga yang masuk ke lokasi TNGP. “Yang saya ketahui memang sebelumnya ada isu menyebutkan ada beberapa orang yang hendak berkunjung ke lokasi TNGP. Namun masyarakat tersebut langsung ditolak untuk masuk ke areal lokasi penelitian,” jelas Heri salah seorang pegawai honorer TNGP.

Fase pelarangan itu berawal dari datangnya seorang peneliti bernama Dr Mark Leighton dari Harvad University. “Dialah orangnya yang pertama kali masuk ke areal TNGP untuk melakukan pada tahun 1985. Dialah biang keroknya yang selama ini tidak memperbolehkan warga sekitar masuk,” tukasnya.

Sejak 1985 hingga 2001 kesan mengenai Gunung Palung yang tidak boleh dimasuki masyarakat memang benar adanya. Kekuasaan Dr Mark Leighton terhadap daerah Gunung Palung memang benar dan nyata. Meskipun tidak ada pernyataan resmi, Mark memang benar-benar telah menguasai daerah Gunung Palung, sehingga warga sekitar yang ingin berkunjung tidak diperbolehkan atau dilarang masuk ke lokasi tersebut.

Tak hanya masyarakat yang tak mendapatkan akses untuk mengunjungi, tetapi juga Badan Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai TNGP juga dikondisikan oleh Mark. Tak ingin Mark semakin menjadi-jadi, melalui surat resminya, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai TNGP meminta kepada Dirjen PHKA.

Alhasil pada 2001, Dirjen PHKA mencabut izin penelitian yang dilakukan. “Sejak itulah penelitian dihentikan selama kurang lebih 5 tahun,” jelas Hendra. Sejak pencabutan izin penelitian yang diberikan kepada Mark, TNGP menjadi lengang tanpa kegiatan. “Paling ada peneliti-peneliti lokal, itupun hanya penelitian singkat semacam obeservasi,” tukasnya. (Kholil Yahya/Bersambung)

Tidak ada komentar: