Minggu, 19 Oktober 2008

Menelusuri Kekayaan Taman Nasional Gunung Palung (Bagian – 4)

Menepis Isu Negatif, Tumbuhkan Daya Pikat

Untuk menepis isu negatif mengenai pelarangan masuk ke kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) butuh kerja keras dari semua pihak. Tekad kuat yang dimiliki Bupati Kayong Utara, Hildy Hamid BE untuk menjadikan TNGP sebagai lokasi penelitian dan pariwisata.

Berbagai program akan dirancang Pemerintah Kabupaten Kayong Utara (KKU) guna menjaga keasrian dan keindahan TNGP. Menjaga keamanan dan kenyamanan TNGP tak hanya menjadi tanggung jawab Badan Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai Taman Nasional Gunung Palung, akan tetapi itu merupakan tanggung jawab dan komitmen Pemkab Kayong Utara.

Menurut Hildy, ikon KKU ada dua yakni Gunung Palung dan Pulau Maya Karimata. Meski belum merancang rencana perbaikan akses ke lokasi TNGP, pihaknya berencana akan menjadikan TNGP menjadi lokasi yang benar-benar dikenal dunia luar.

Lokasi TNGP menurut Jonathan R Sweeney mahasiswa yang meneliti dari University Of California at Davis mengatakan, kalau TNGP merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki keanekaragaman hayati bernilai tinggi. Berbagai tipe ekosistem antara lain hutan mangrove, hutan rawa, rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan tropika, dan hutan pegunungan yang selalu ditutupi kabut ada di lokasi TNGP.

Dari beberapa penelitian menyebutkan kalau TNGP merupakan satu-satunya kawasan hutan tropika Dipterocarpus yang terbaik dan terluas di Kalimantan. Sekitar 65 persen kawasan, masih berupa hutan primer yang tidak terganggu aktivitas manusia dan memiliki banyak komunitas tumbuhan dan satwa liar.

Lebih luas kalau TNGP terdiri atas daerah datar yang berawa dan daerah berbukit serta bergunung dengan puncak ketinggian terdapat di Gunung Palung. Berdasarkan penelitian itu, TNGP mempunyai iklim tropis dengan rata-rata curah hujan 3.000 mm per tahun dan suhu udara berkisar antara 25,5° - 35° C.

Untuk jenis faunanya, kata John sapaan akrab Jonathan R Sweeney, yang ada di TNGP antara lain kijang, babi hutan, ayam hutan, bekantan, orangutan atau si Pongo, lampiau dan lain-lain.

Keanekaragaman yang dimiliki TNGP, kata John, menjadi daya pikat bagi peneliti dunia untuk menjadikan gunung itu sebagai lokasi penelitian. Kekayaan hayati yang dimiliki TNGP tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah, tapi hal tersebut juga menjadi tanggung jawab peneliti.

“Jika ingin menemukan apa yang akan diteliti, peneliti berkewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan Gunung Palung,” ucap John yang sudah sedikit fasih menggunakan bahasa Indonesia.

Sementara untuk menjaga habitat dan ragam tumbuhan yang ada di TNGP, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai Taman Nasional Gunung Palung memiliki cara sendiri. “Kami tidak hanya menjaga kawasan TNGP, tapi juga menjaga berbagai flora dan fauna dari peneliti,” jelas Hendra Gunawan SP salah seorang petugas Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai Taman Nasional Gunung Palung. Penelitian yang dipusatkan di Cabang Panti tersebut pernah memberikan sanksi kepada seorang peneliti yang hendak membawa sampel penelitian dari TNGP.

“Peneliti itu pernah tertangkap tangan sedang membawa sampel penelitian. Setelah berkoordinasi akhirnya kita memberikan sanksi dan memulangkan peneliti tersebut. Selain itu, kami juga menolak yang bersangkutan untuk melakukan penelitian di lain kesempatan,” ucap Hendra. (Kholil Yahya – Besambung)

Tidak ada komentar: